CERITA MENGENAL TEGNOLOGI TRANSPORTSI LAUT OLEH BIELLY ANGGORO PUTRA SUNIAR
Mengenal Teknologi Transportasi Laut
Sebagian besar penduduk
Desa Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, berprofesi
sebagai nelayan. Setiap
dua hari sekali, mereka berlayar ke laut untuk mencari
ikan. Mereka sangat
menggantungkan hidupnya pada hasil alam.
Sore hari tampak seorang
anak perempuan bersama kakeknya duduk di
tepi pantai. Mereka
menikmati udara pantai dan pemandangan matahari
terbenam. Tatkala ombak
datang, sesekali kaki mereka tersentuh air laut.
“Kakek, lihatlah. Apakah
yang akan mereka lakukan terhadap kapal itu?”
tanya Delisa.
“Oh, mereka membantu
mendorong kapal baru milik salah satu nelayan.
Mungkin nelayan itu yang
akan berlayar dengan kapal barunya nanti malam,”
jawab kakek.
Delisa menganggukkan
kepala mendengar penjelasan kakeknya. Delisa
memperhatikan kerja sama
nelayan di pantai itu. Kapal milik nelayan itu besar
dan berat. Namun, kapal
itu terasa ringan saat beberapa nelayan membantu
mendorong kapal itu. Para
nelayan membantu tanpa diminta. Mereka dengan
ikhlas mendorong kapal.
Menurut kakek, warga di
Desa Susoh terbiasa bergotong royong untuk
menarik kapal baru dari
daratan menuju perairan pantai. Budaya gotong
royong peluncuran perdana
kapal baru itu, merupakan tradisi nelayan yang
masih melekat dalam
kehidupan sosial masyarakat Desa Susoh. Tradisi
ini menunjukkan adanya
kebersamaan dan mempererat tali persaudaraan
antarwarga Desa Susoh.
Walapun bukan tanah
kelahiran kakek, tetapi beliau hafal kebiasaan
masyarakat Desa Susoh.
Kakek lama tinggal di Desa Susoh saat beliau bertugas
menjadi dokter desa.
Menurut kakek, gotong royong merupakan kearifan lokal
yang sudah lama mengakar
di Desa Susoh. Gotong royong tidak hanya tampak
di pesisir pantai, tetapi
di semua daerah di Aceh.
Delisa mengajak kakeknya
berjalan-jalan mengelilingi pantai. Saat itu Delisa
melihat sebuah kapal yang
berukuran lebih kecil dari yang pertama ia lihat.
“Kok, perahu ini lebih
kecil ya, Kek? Ini masih digunakan untuk nelayan atau
tidak, ya?” tanya Delisa.
Delisa memegang kayu
kapal tersebut. Delisa mengamati bentuk dan ukuran
kapal tersebut.
“Ini adalah kapal
tradisional, Delisa. Perahu ini masih menggunakan tenaga
manusia. Kapal ini
berbeda dengan yang kamu lihat tadi. Kalau kapal yang
didorong para nelayan
dari daratan ke lautan tadi adalah kapal motor yang
memiliki mesin. Kapal
tadi memiliki ukuran lebih besar daripada kapal ini,”
kata kakek sambil
menjelaskan perbedaan kedua kapal yang telah dilihat
Delisa.
“Perlu kamu ketahui Nak,
bahwa kapal bermesin merupakan bukti adanya
perkembangan alat
transportasi. Khususnya alat transportasi laut yang
digunakan nelayan saat
mencari ikan di laut,” kata kakek.
“Apakah kamu tahu, alat
transportasi laut yang digunakan nenek moyang
pada zaman dahulu Nak?”
tanya kakek.
“Apa Kek? Delisa tidak
tahu.”
“Alat transportasi yang
digunakan nenek moyang kita untuk menjelajah
menyusuri sungai adalah
rakit. Rakit adalah alat transportasi air yang paling
sederhana. Sampai saat
ini pengembangan teknologi kapal laut masih
terus dilakukan. Ingat,
negara kita adalah perairan atau maritim. Jadi, alat
transportasi yang dapat
mengarungi perairan sangat dibutuhkan,” kata kakek.
“Wah, kapal apa yang
digunakan nelayan di masa depan, ya, Kek?” tanya
Delisa.
“Tentu para nelayan akan
menggunakan teknologi yang lebih canggih,
Delisa. Jika kamu mau
belajar, kamu bisa menciptakan kapal nelayan yang
lebih canggih kelak,”
kata kakek.
Delisa tersenyum
mendengar ucapan kakeknya.
“Tapi Delisa kan
perempuan, kek?”
“Asal mau belajar rajin,
tidak ada cita-cita yang tidak tercapai,” kata kakek.
“Iya Kek,” jawab Delisa.
Delisa dan kakek
memutuskan kembali ke penginapan. Sepanjang
perjalanan Delisa dan
kakek melihat banyak penjual makanan, minuman,
pakaian, dan kerajinan khas
di Pantai Jilbab. Banyak iklan minuman, makanan
Proyek
ringan, restoran, dan
penginapan yang terpampang di sepanjang jalan menuju
tempat parkir. Di
sepanjang jalan menuju tempat parkir itu pun kakek masih
menjelaskan tentang kapal
pesiar, kapal selam, dan kapal-kapal modern milik
negara asing. Delisa
dengan senang hati mendengarkan penjelasan kakeknya.
Di tempat parkir, Delisa
melihat seseorang yang sedang mengukir. Delisa
tertarik melihat lebih
dekat.
“Kakek, ayo kita dekati
ibu itu?” ajak Delisa.
Kakek menuruti kemauan
Delisa. Kakek mengikuti langkah kaki Delisa
menuju tempat duduk
seorang ibu.
“Apa yang ibu lakukan?”
tanya Delisa.
“Ini, Dik. Ibu sedang
membantu suami memperhalus ukiran ini,” jawab ibu.
“Barang apa yang ibu
buat?” tanya Delisa.
“Suami ibu memproduksi
alas Alquran dari kayu yang diukir. Alas ini diukir
sendiri oleh suami ibu.
Kemudian, ibu diminta memperhalus kayu ini,” jawab
sang ibu sambil sesekali
menggosok kayu dengan kain.
“Wah, bagus ya, Kek.
Ukiran suami ibu ini sangat etnik.
“Iya, Delisa. Ukiran khas
Aceh memang unik. Seni ukir termasuk keterampilan
seni rupa. Pastilah suami
ibu ini seorang perupa.” jelas kakek.
“Apakah benar suami ibu
seorang seniman?” tanya Delisa.
“Bukan, Dik. Suami ibu
bukan seniman. Suami ibu memiliki keterampilan
mengukir sejak muda. Ia
belajar otodidak karena membantu usaha ayahnya
sejak muda,” kata sang
ibu.
“Oh, pantas saja hasil
ukirannya sangat bagus,” puji Delisa.
“Mengukir membutuhkan
ketelatenan dan ketelitian, Delisa. Jika kamu ingin
belajar mengukir, kamu
harus teliti, telaten, dan sabar. Tidak setiap orang
memiliki keterampilan
seperti suami ibu ini,” kata kakek.
“Iya, Kek. Sebenarnya
Delisa ingin belajar, tetapi suami ibu tidak ada,” kata
Delisa dengan sedih.
“Sebaiknya kita pulang
dahulu ke penginapan. Hari semakin gelap.
Besok kamu kembali lagi
di sini. Kamu minta tolong ayah dan ibumu untuk
mengantarmu ke sini.
Besok kakek ada acara reuni, jadi tidak bisa mengantarmu
di tempat ini,” jelas
kakek.
Delisa mengangguk
mendengar nasihat kakeknya. Setelah pamitan kepada
ibu penjual alas Alquran,
Delisa dan kakek menuju mobil dan kembali ke
penginapan. Di dalam
mobil Delisa masih berpikir tentang seni ukir pada alas
Alquran. Delisa ingin
sekali belajar mengukir. Delisa berharap esok hari dapat
kembali menemui ibu penjual alas Alquran
bersama ayah dan ibunya.
0 Response to "CERITA MENGENAL TEGNOLOGI TRANSPORTSI LAUT OLEH BIELLY ANGGORO PUTRA SUNIAR"
Post a Comment